Kemanjaannya yang Hilang

Setiap kebersamaanku ditengah-tengah mereka, sebuah keluarga kecil tanpa kehadiran seorang ayah, anak yang paling kecil selalu menunjukkan kemajaannya dan ketergantungannya kepada sang ibu. Dimana ada ibu, di situ dia ada..kemana ibu melangkah dia membuntutinya. Tidak siapapun yang dapat meredakan rengekannya, menghentikan teriakannya, dan seabreg cara dia mencari perhatian, selian sang ibu. Merepotkan... Suatu hari aku mengajaknya untuk silaturahim kepada kakek dan neneknya. Di luar dugaan, dia sangat tertarik dan bersemangat untuk segera berangkat. kontan aku merasa heran dan bingung, bagaimana jika dia ngamuk diperjalanan yang lumayan jauh, jika ngambek ingin pulang dan bertemu dengan ibunya? Ayo, bi...!Aduuh, gawaaat...dia nagih terus ingin segera berangkat. Di tengah perjalanan dari rumah sampai bus, aku bertanya tentang kesanggupan mngikuti syarat2nya. Iya, bi...! aku mau ke eyang, bi. Bus berangkat siang hari. Hal ini membuatku sangat khawatir karena pastinya tiba di tujuan malam hari. Rasa gundah dan bingung melanda hatiku. Biasanya dalam situasi itu hanya doa senjata utama yang dapat menenangkanku dan menyemangati. Selama perjalanan mulutku tak henti mengalunkan doa-doa harapan agar menyusupkan rasa tenang dan sabar. Allahu akbar... Allah bersama kami. Dia dapat melewati perjalanan ini dengan baik dan sabar. sampailah kami di tujuan dengan selamat. Malam pertama si kecil berada jauh dari sang ibu. Kebiasaan sebelum tidur merengek, marah2, dan berbagai aktivitas buruk dia yang tak bisa dihentikan kecuali oleh sang ibu, malam itu tidak muncul.Dia melewatinya dengan keceriaan berada di tengah2 keluarga besar yang di dalamnya ada para lelaki yang sejenis dengannya. Begitu pula hari berikutnya. Sungguh menyenangkan, membahagiakan, menentrankan hatiku... dan aku bergumam, ternyata anak sebesar ini juga bisa mendiri..tidak manja, tidak caper...Terima kasih nak, bibi janji akan mengajakmu lagi untuk silaturahim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar